Membangun Persepsi
Seorang anak pencuri
umumnya di kucilkan oleh masyarakat karena mereka menganggap bahwa dia pencuri
juga, seorang perampok dan pembunuh yang sudah taubat sulit di terima
masyarakat karena kelakuannya yang di ingat di masa lalu, begitu pula pada
waktu Einstein begitu populer dengan rumus fisikanya yang E=mC2 itu
banyak orang menganggap bahwa anak Einstein juga akan pintar seperti dirinya
dan banyak yang ingin anak gadisnya di nikahkan dengan Einstein. Dari tiga contoh itu kita menemukan adanya
pembangunan persepsi. Persepsi itulah bisa mengelabui pikiran orang banyak.
Persepsi itu sendiri di
ambil dari bahasa latin yaitu perceptio, percipio yang berarti tindakan menyusun,
mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memeberikan gambaran dan
pemahaman tentang lingkungan. Ya,
persepsi itu adalah sebuah pemahaman tentang sebuah gambaran. Pemahaman
yang melalui berbagai macam proses yang dapat membangun sebuah gambaran yang
baik dan yang buruk.
Persepsi buruk
Membuat sebuah persepsi
buruk itu lah yang sangat mudah di dapatkan sesorang karena manusia lebih mudah
mengingat kejadian buruk daripada kejadian yang baik. Seperti contoh anak
pencuri di atas, mungkin si anak tidak
tahu apa sebenarnya yang dilakukan ayahnya sehingga dia di jauhi masyarakat dan
mungkin juga si anak tidak tahu – menahu apa itu mencuri tapi masyarakatlah
yang membangun persepsi itu. Persepsi itu juga yang mungkin mengubah jalan
hidup si anak tersebut untuk tumbuh dewasa yaitu menjadi pencuri juga seperti
ayahnya (“sudah terlanjur di anggap pencuri”) yang sebenarnya si anak tidak
mengingininya sejak kecil. Persepsi buruk bisa menghancurkan anak kecil. Juga
seperti contoh kedua seorang perampok dan pembunuh yang taubat juga sulit untuk
di percaya karena dia sulit membalikkan persepsi masyarakat itu. Karena masyarakat tidak mudah menghapus kejadian
buruk itu apalagi keluarga korban. Lagi, persepsi buruk hampir membunuh
karakter objeknya yaitu menghalangi si perampok dan pembunuh tadi untuk di
terima masyarakat.
Persepsi baik
Inilah persepsi yang
sulit membangunnya, tidak mudah untuk membangun persepsi yang mana di anggap
orang yang paling jenius di abad 20 yaitu, Albert Einstein. Tidak hanya Albert
Einsteinnya saja yang dianggap jenius tapi anak- anak (bakal calon) nya. Sampai
– sampai anaknya pun di anggap jenius juga padahal itu belum tentu terjadi.
Einstein memperoleh kejeniusannya setelah dia belajar keras bertahun- tahun
begitu juga anaknya bukan serta – merta memperoleh kepintaran ayahnya. Begitu
juga sewaktu seseorang ingin mencalonkan sebagai pejabat publik dia harus
membangun persepsi bahwa dia akan sanggup memenuhi janji – janji yang akan di
realisasikannya.
Persepsi cepat berubah
Ya. Persepsi itu cepat
berubah. Akhir akhir ini kita di hadapkan terhadap dilema pemerintah yang harus
menaikkan bbm. Dan kenaikan bbm itu
sendiri dengan tiba – tiba di umumkan oleh presiden kita dan inilah yang
membuat persepsi yang baik bagi masyarakat terhadap presiden yaitu persepsi
bahwa pak presiden kita cukup berani dan tegas, namun persepsi itu juga berubah
dengan cepat sewaktu presiden kita mengumumkan turunnya harga bbm dan
pengumuman sikap presiden kita terhadap kasus KPK vs POLRI. Ya, banyak yang
bilang presiden kita tidak tegas!.
Memang persepsi baik
dan buruk itu adalah bagai dua bangunan yang satu di atas rawa dan satunya lagi
di tanah. Yang satu sulit di bangun dan yang satu begitu mudahnya kita
membangunnya mungkin hanya dengan kesilapan saja. Namun, umumnya orang berlomba
untuk membuat persepsi yang baik pada dirinya, agar masyarakat dapat menghargai
dan menghormati si orang yang ingin membangun persepsi baik itu.
Eben Eizer Ritonga
Mahasiswa FP
Universitas Methodist Indonesia
Minggu, 25 januari 2015
Category: Pemikiran
0 komentar